Tanya, jawab.

21.43

"Di Amerika enak ya Nay? Terus sekarang mau lanjut sekolah di mana?"

Diam.

Untuk pertama kalinya di hidup gue, badan gue seakan lumpuh mendengar pertanyaan itu. Otak dan hati gue seakan bersekongkol, ogah diajak menetapkan pilihan demi sebuah jawaban. Nyatanya, gue ternyata gak bisa jawab. Gue gak tau.
.
.
.
Selama ini, hidup gue selalu berada di jalan-jalan setapak. Gue berlari, berjalan, dan hidup di jalan-jalan yang udah gue lalui itu. Sesekali, memang, gue melompati kerikil yang menghalangi. Sesekali juga gue terbuai oleh indahnya perjalanan yang sedang gue lalui. Tapi, ketika akhirnya perjalanan gue sekarang berhenti karena sudah berujung, gue langsung dihadangkan oleh beribu jalan setapak lainnya.

Dan gue tidak bisa dengan gampangnya memilih seperti dulu- hey, I knew after I graduated from elementary school, I was going to middle school. And so on, until the time I'm now in high school. Memang, gue memutuskan untuk "melenceng" sedikit dari jalan SMA gue, dan mencoba jalan pertukaran pelajar di Amerika Serikat. I was on a new road for a year, and in the end, no regret was taken.

Tapi, sekembalinya gue dari sana, gue gak tau jalan apa yang selanjutnya akan gue ambil. Apalagi, setelah gue merasakan bahwa temen-temen gue sekarang sudah berpencar dalam jalannya masing-masing di kampus mereka.

Sekarang, giliran gue harus memilih. Jalan yang mana?

Sama, semua jalan setapak baru itu mempunyai kerikil. Mereka semua juga punya bunga-bunga indah yang bisa gue kagumi di perjalanannya nanti. Lalu, apa susahnya memilih? Bukannya gue udah pernah merasakan berbagai kerikil dan bunga di hidup gue?

Entah. Susah. Gue masih belum tau jawabannya.

Padahal, sebagai seseorang ENTJ yang (katanya) selalu punya perencanaan bahkan terhadap hal-hal kecil di hidupnya kayak "Besok pas ke Kokas masuknya lewat pintu Food Society aja deh biar cepet.", dan hal-hal kecil maupun besar lainnya, gue jadi bingung sama diri sendiri. Kenapa susah banget ngerencanain, atau bahkan milih? Bukannya banyak jalan yang terbuka lebar?

Tapi, ternyata inilah hidup. Hidup ini tidak usah dipertanyakan. Hidup selalu memberikan jawaban. Hanya tugas kita yang mencari jawaban itu.

Sebenarnya juga, hidup ini adalah selamanya pencarian diri. Manusia senantiasa mencari dari jawaban atas pertanyaannya sendiri.

Maka itulah, mungkin, ketika gue bertanya "Gue mau kuliah dimana?", sebenernya gue udah tau jawabannya.
Hanya tinggal gue sendiri yang meyakini pilihan gue.

Atau mungkin, ketika gue mempertanyakan, "Kenapa sih gue mesti susah-susah cari beasiswa buat kuliah ke luar negeri sementara temen-temen gue yang lain tinggal bayar aja?", gue udah mengerti alasannya.
Hanya tinggal gue yang perlu mengikhlaskan.

...dan juga, ketika gue bertanya, "Masih bisa gak sih gue menjemput mimpi gue kuliah ke luar negeri?", sudah ada anggukan yang terasa di dalam hati.
Hanya tinggal gue yang menetapkan.

Sekarang, banyak jalan yang menyapa di depan mata gue. Yet, I still don't know which road to take.

Semoga, Allah lewat alam semestanya mengizinkan gue untuk tahu.

Karena, saya rindu hidup di sebuah jalan; bukan di persimpangan seperti sekarang.

Aamiin.



Jakarta, 05 September 2015.

14-1-25-1.

You Might Also Like

0 komentar